Humas Setda  –   Arak-arakan Memayu Kibuyut Trusmi Minggu pagi ini sekitar pukul 06.00 Wib (1/10/2017) kembali digelar. Kegiatan ini merupakan acara tradisi “ritual” tahunan di daerah Trusmi dalam rangka pergantian atap rumbia (Welit) menghadapi musim hujan yang baru tiba. Dalam mamayu kali ini Bupati Cirebon Dr. H. Sunjaya Purwadisastra, Drs.,  M.M., M.Si berkesempatan  melepas arak-arakan tersebut dan didampingi Camat Plered, Forkopimcam Plered, Kepala Desa Trusmi Wetan dan Kulon.

 

Ribuan masyarakat desa tersebut dan sekitarnya turut menyaksikan ider-ideran yang cukup meriah dengan menampilkan berbagai kreasi dari mulai kereta kencana, berbagai replika binatang dan manusia. Mengambil lokasi dimulai dari kompleks situs Buyut Trusmi di depan Kantor Kuwu Trusmi Wetan, kemudian bergerak  memutar ke beberapa desa sekitar, dan berakhir di Situs Buyut Trusmi. Bupati sendiri turut serta dalam arak-arakan tersebut dan berbaur dengan masyarakat dengan  berjalan kaki sambil tidak henti-hentinya menyalami dan menyapa para pengunjung yang antusias menyaksikan acara Mamayu Ki Buyut Trusmi tersebut.

 

Ketua panitia menyampaikan ritual Memayu Buyut Trusmi tersebut ditujukan untuk memohon kepada Allah SWT agar segera diturunkan hujan. Selain ider-ideran, digelar juga pergantian Welit (ilalang), tahlilan, pertunjukan seni seperti wayang dan organ. Lebih lanjut Welit ini  sebagai bagian dari prosesi Memayu Ki Buyut Trusmi untuk menyambut datangnya musim hujan. Sejumlah pusaka warisan Ki Buyut Trusmi serta hasil bumi ikut dikirab dalam prosesi ini. Tradisi merupakan warisan dan ritual turun-temurun, dan semua masyarakat di wilayah Trusmi dan sekitarnya menyambutnya dengan suka cita. Terbukti mereka secara sukarela menampilkan kreasi masing-masing.

 

Sementara itu Bupati Cirebon menyampaikan budaya prosesi Memayu Ki Buyut Trusmi harus tetap dilaksanakan dan dilestarikan karena bagaimanapun juga sebagai penerus bangsa tidak lupa atas perjuangan para leluhur.  Keadaan seperti sekarang ini tidak mungkin terjadi tanpa perjuangan leluhur-leluhur kita. Oleh karena itu,  yang paling penting adalah pengabdian sebagai penerus bangsa yang besar, menghormati dan juga tidak lupa akan perjuangan-perjuangan para leluhurnya.

 

“Mudah-mudahan kegiatan ini tidak akan pudar walaupun  sekarang mulai masuk ke generasi milenium,  yang serba teknologi maju. Tapi saya yakin dan percaya kegiatan budaya lokal ini harus tetap dilestarikan, dijaga dan dimajukan” ungkap Bupati menegaskan pentingnya kegiatan tersebut sebagai bagian dari warisan budaya leluhur.

 

Usai karnaval berlanjut dengan diadakannya pergantian welit atau ilalang pada atap situs Buyut Trusmi. Welit atau atap rumbia yang terbuat dari ilalang ini akan dipasang di komplek makam keramat Ki Buyut Trusmi. Penggantian atap juga berarti persiapan memasuki musim hujan. Tradisi Memayu ini merupakan perwujudan rasa syukur atas datangnya musim hujan. Bagi para petani, datangnya musim hujan merupakan berkah dari Allah, sehingga mereka dapat bercocok tanam. (AS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *